Langsung ke konten utama

Guri dan Momo Si Telinga Ajaib



Negeri Pandawa adalah negeri yang terkenal dengan sebutan negeri seribu tukang pandai besi. Semua penduduk yang sudah dewasa di negeri ini memiliki kemampuan hebat mengubah besi menjadi peralatan sehari-hari.
Setiap hari, para penduduk negeri Pandawa mengerjakan pesanan dari kerajaan tetangga. Raja Bulbul senang melihat rakyatnya gemar bekerja keras. Bunyi suara besi dipukul-pukul sambil dipanaskan memenuhi seluruh penjuru negeri setiap harinya.
“Dug, tok, ting, dug, tok, ting,” bunyi besi dipukul-pukul.
Walaupun terdengar bising, namun raja Bulbul senang. Para rakyatnya juga merasa senang. Semakin banyak pesanan membuat peralatan, pendapatan mereka jadi semakin meningkat. Negeri Pandawa menjadi makmur karna rakyatnya hidup berkecukupan.
Sementara itu, Di sebuah desa terpencil yang masih masuk ke dalam wilayah negeri Pandawa, hidup seorang anak bernama Guri. Dia tinggal bersama neneknya yang bernama Nenek Garing. Kedua orang tua Guri meninggal dunia, ketika Guri masih berumur satu tahun. Sekarang Guri sudah menginjak usia tujuh tahun.
Guri adalah anak laki-laki yang cerdas dan sangat penurut. Dia begitu menyayangi neneknya yang sudah merawat dan menyanyanginya sejak kecil. Setiap hari, Guri suka bermain dengan burung hantu peliharaannya. Namanya Momo. Kemana-mana mereka selalu bersama.

***

Suatu hari, terjadi peristiwa menggemparkan di negeri Pandawa. Puteri raja yang bernama Alika jatuh sakit. Semua rakyat sedih.
Puteri Alika adalah anak yang baik. Walaupun puteri raja, dia tidak sombong. Puteri Alika suka sekali mendatangi para penduduk yang sedang bekerja memandai besi. Puteri Alika selalu membawakan minuman dan buah pada para penduduk. Itulah sebabnya semua rakyat suka padanya.
Mendengar puteri Alika sakit, seluruh rakyat ikut sedih. Apalagi  setelah semua tabib hebat yang didatangkan oleh raja tidak bisa menyembuhkan sang puteri.
Menurut kabar, Puteri Alika jatuh sakit karena memikirkan jam tangan kesayangannya yang hilang entah kemana. Jam tangan tersebut merupakan hadiah dari permaisuri sebelum meninggal. Itu sebabnya puteri Alika jadi sedih, kemudian jatuh sakit.
Raja Bulbul sudah memerintahkan semua prajurit kerajaan untuk mencari jam tangan puteri Alika yang hilang. Namun, jam tangan Puteri Alika belum juga diketemukan. Raja semakin bingung dan cemas dengan kondisi Puteri Alika yang semakin lemah.
Kabar puteri raja yang sedang sakit sampai juga ke telinga Guri dan Nenek Garing. Nenek lalu mengajak Guri untuk pergi ke kota kerajaan.  Nenek menyuruh Guri membantu puteri Alika mencarikan jam tangan kesayangannya. Nenek Garing yakin,  Guri pasti punya ide-ide yang cemerlang. Tak lupa, Guri membawa Momo, burung hantu kesayangannya.
Sampai di kota kerajaan, mereka langsung meminta izin kepada pengawal untuk bertemu raja. Beruntung raja Bulbul mengabulkan permintaan mereka.
“Apakah kalian berdua bisa membantuku mencarikan jam tangan puteri Alika yang hilang?” tanya raja Bulbul pada Guri dan Nenek Garing.
Guri langsung menjawab dengan lantang. “Aku akan berusaha semampuku wahai sang Raja yang bijaksana.”
Mendengar perkataan itu, akhirnya raja Bulbul pun memberi kesempatan kepada Guri. Guri mulai berpikir. Ia mulai mengeluarkan semua kecerdikannya.
Aha! Ia tahu sekarang apa yang harus ia perbuat.
Dengan berani dan suara lantang Guri meminta raja agar menyuruh semua rakyat Pandawa menghentikan sementara pekerjaannya memandai besi.
Raja jelas bingung dengan permintaan Guri. Namun, karena ingin puterinya sembuh, Raja Bulbul pun mengabulkan permintaan aneh Guri.
“Raja Bulbul memerintahkan agar menghentikan pekerjaan kalian semuanya sekarang!” suara pengawal kerajaan membahana mengumumkan.
Seluruh rakyat merasa bingung, namun mereka mengikuti perintah Raja Bulbul. Mereka menghentikan sementara pekerjaan memandai besi.
Seketika keadaan kota menjadi sunyi senyap. Tidak ada lagi bunyi besi dipukul-pukul. Benar-benar hening.
Guri lalu membangunkan Momo yang dari tadi masih saja tertidur.
“Pppsssstttt … psssttt … ppsssttt,” Guri lalu membisikkan sesuatu kepada Momo.
Momo manggut-manggut.  Momo diam sebentar. Kemudian, Momo langsung terbang mengitari pusat kota kerajaan. Tak lama kemudian, Momo hinggap di sebuah batu besar yang berada di tengah-tengah kota.
Guri mengikutinya. “Wahai baginda Raja yang bijaksana, apakah baginda bisa menyuruh pengawal memeriksa keadaan di atas batu itu?” seru Guri sambil menunjuk ke atas batu yang lumayan tinggi.
Tanpa pikir panjang lagi, Raja Bulbul langsung menyuruh dua orang pengawal naik ke atas batu besar dan tinggi tersebut. Alangkah terkejutnya kedua pengawal tersebut. Mereka melihat benda berkilauan tertimpa cahaya. Ternyata benda  tersebut adalah jam tangan Puteri Alika yang hilang.
“Jam tangan Puteri Alika!” teriak pengawal dari atas batu.
“Horrreee ketemu!” Karena saking gembiranya, raja sampai melonjak sambil berteriak. Guri tersenyum melihatnya. Beberapa pengawal yang menyaksikan juga ikut tersenyum.
Raja Bulbul dan Guri kembali ke istana. Dengan tak sabar, Raja Bulbul memberitahukan pada Puteri Alika tentang jam tangan yang sudah ditemukan
“Jam tanganku!” Puteri Alika memandang jam tangan dengan sayang. Ajaib! Puteri Alika terlihat langsung sembuh ketika melihat jam tangan tersebut. Guri lalu menceritakan bagaimana jam tersebut bisa ditemukan.
Puteri Alika baru ingat, terakhir ia memang naik ke atas batu itu untuk melukis. Ia melukis kegiatan rakyat Pandawa yang sedang bekerja memandai besi. Mungkin tanpa sadar,  karena keasyikan melukis, ia tak tahu jam tangannya terjatuh.
“Bagaimana kau bisa melakukan itu wahai anak kecil yang cerdas?” tanya Raja Bulbul pada Guri.
“Aku hanya memanfaatkan pendengaran si Momo yang sangat tajam untuk mendengarkan bunyi detik jam tangan itu,” jawab Guri sambil menunjuk pada Momo yang tertidur di pundaknya.
Raja Bulbul tersenyum dengan kecerdasan Guri. Burung hantu memang mempunyai indra pendengaran yang sangat peka dan tajam. Pantas saja, Guri meminta semua rakyat menghentikan dulu pekerjaannya memandai besi, agar Momo bisa mendengar bunyi detik jam itu dengan baik.
Raja Bulbul bangga dengan Guri yang cerdas dan Momo yang memiliki telinga ajaib. Raja Bulbul lalu mengucapkan terima kasih dan memberikan hadiah untuk Guri dan nenek Garing. Momo juga diberi hadiah oleh raja berupa makanan yang banyak. []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengintip Dapur Pengabdi Cilok (Bagian 1)

Kaver novel terbaru saya: Pengabdi Cilok (Gramedia Pustaka Utama, Februari 2018) “Bagi Bone, cilok adalah separuh jiwanya. Apapun yang terjadi dalam hidupnya, harus berhubungan dengan cilok. Titik! Begitupun urusan nyari jodoh. Kalau cewek itu nggak jago bikin cilok, jangan harap bisa jadian sama Bone! Hihihi. Suatu hari, Bone berjumpa dengan sebungkus cilok di sekolah. Begitu dicicipi, emejing, rasa ciloknya juara banget! Edanlah pokoknya! Bone pun penasaran, siapa pemilik sekaligus pembuat cilok itu? Dengan dibantu temannya, Bone lalu mengadakan sayembara. Jika pemilik cilok ternyata cowok, bakal dikasih hadiah Iphone terbaru. Tapi, jika pemilik cilok ternyata cewek, bakal langsung dijadiin pacar sama Bone! Asyiik! Masalah jadi runyam ketika ternyata pembuat cilok itu janda beranak satu. Huwaaa! Jelas Bone jadi panik setengah mati. Apa kata dunia nanti? Bone pacaran sama emak-emak? Oh, tidaaak! Cilok membawa Bone pada kisah percintaan yang sungguh amburadul. Lan

Layaknya Bunga, Kita Memang Harus Bertumbuh dan Berkembang

Lebaran kali ini (2019), film yang paling saya tunggu adalah Ghost Writer besutan Bene Dion. Film ini bertema komedi horor, walau pada kenyataannya, sisi dramanya pun bisa dibilang cukup kental terasa. Sebelumnya, banyak yang keliru menyangka bahwa film ini adalah filmnya Ernest Prakasa. Padahal yang benar adalah Ernest justru di film ini bertindak selaku produser, bukan lagi sutradara seperti di film-film dia sebelumnya. Memang, pada perjalanannya, sebagai produser, Ernest juga banyak turut andil dalam proses editing pasca produksi. Namun, ketika ditanya, Ghost Writer itu film siapa? Ernest mantap menjawab bahwa GW adalah filmnya Bene Dion. Sekilas, film Ghost Writer bercerita tentang Naya yang harus pindah ke sebuah rumah tua bersama adiknya karena desakan ekonomi. Di rumah itu, Naya kemudian menemukan sebuah buku diari milik Galih, yang ternyata sudah meninggal, dan menjadi hantu penunggu rumah itu. Galih tidak terima buku diarinya dicuri. Akhirnya, demi sebuah proyek penu

Ratjoen Itu Bernama Materi dan Sanjung Puji

Gambar: http://www.portseo.web.id Beberapa pekan belakangan, jagad media sosial (terkhusus yang berkaitan dengan dunia literasi) ramai membahas kasus plagiarisme yang dilakukan seorang penulis (bolehlah dibilang muda) berinisial DE. Tidak tanggung-tanggung, puluhan cerpen dan beberapa novel (saya tidak punya data khusus, sumber hanya dari teman-teman penulis, pen)—yang hampir semua sudah dimuat di media massa dan terbit di beberapa penerbit nasional—terbukti hasil plagiat dari karya milik penulis lain. Entah apa motivasi dan alasan DE melakukan kejahatan ini, saya tak ingin membahasnya dalam tulisan ini. Yang jelas, bagi saya plagiarisme merupakan tindak kejahatan, sama seperti pencurian, korupsi, pemerkosaan, dan tindak kejahatan lain. Jika merujuk pada KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), plagiat memiliki arti pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya